Lintasgoal.com- Berpostur tinggi besar, berkulit putih, dan bermata biru, tentu menjadi ciri yang memastikan bahwa Timo Scheunemann bukan asli Indonesia. Meski begitu, kecintaannya bagi sepakbola Indonesia tidak perlu dipertanyakan lagi, dan hal itu pula yang membuatnya bergulat dalam dunia pembinaan pemain muda Indonesia.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, serta negara dengan jumlah penduduk keempat terbanyak di dunia. Meski begitu, sepakbola Indonesia bisa dibilang terasa mandek dari zaman ke zaman, meski pernah menjadi macan Asia di periode pertengahan tahun 1970an hingga akhir 1980an.
Tidak adanya kemajuan berarti dalam hal prestasi sepakbola Indonesia tak lepas dari masalah pembinaan sepakbola usia dini di Nusantara. Padahalnya, banyak talenta berbakat di segala penjuru Nusantara, serta banyak sekolah sepak bola (SSB) yang tersebar di negara ini. Menurut Timo ada dua hal yang menyebabkan kemampuan bibit pesepakbola Indonesia kurang berkembang.
Hal pertama menurut Timo adalah kurang lengkapnya informasi untuk pengembangan pemain dalam sebuah SSB di Indonesia. Bagaimana pengelolaan organisasi sebuah SSB, bagaimana membagi pemain untuk dilatih oleh seorang pelatih, hingga fasilitas serta alat-alat yang dibutuhkan seorang pemain muda dalam berlatih.
“Kemudian kalau main berapa menit per berapa menit, terus formasi yang dipakai apa, yang dilatih untuk tiap kelompok umur itu apa saja, yang tidak boleh dilatih itu apa. fisik terutama, biasanya kalo umur-umur muda itu salah latihan fisiknya.Jadi kalau dilatih fisik, latihan fisiknya seperti apa. itu yang paling utama,” papar Timo ketika ditemui pada akhir acara Danone Nations Cup Indonesia 2012 di gedung pusat perfilman Haji Usmar Ismail, Selasa (27/3/2012).
Timo juga menilai masih banyak pelatih dalam bidang pembinaan sepakbola usia dini di Indonesia yang kurang berkualitas dalam hal ilmu yang harus diajarkan. Bak perumpamaan ‘Guru kencing berdiri, murid kencing berlari’, bila pelatih kurang terdidik maka ilmu yang diberikan kepada anak didiknya juga kurang bermutu.
“Kedua, pelatihnya itu sendiri, kurang pendidikan. Jadi saya melihat dalam diri saya sendiri bahwa tahun 2006 ketika mengambil lisensi B sama lisensi A UEFA di Jerman, saya menjadi pelatih yang berbeda sekali. Sebelum dan sesudahnya itu berbeda banget. Saya orangnya tetap sama, tetapi yang berubah pendidikan saya. Itu yang di Indonesia permasalahan luar biasa. pelatihnya tidak terdidik,” terangnya.
Sepakbola dari waktu ke waktu berubah, dan di era sepakbola modern ini salah satu hal esensial yang harus dimiliki seorang pelatih berkualitas adalah sebuah lisensi. Karena itu pelatih yang lahir di Kediri, Jawa Timur, itu menilai bahwa melatih tidak perlu lisensi adalah pikiran yang kuno.
“Itu pemikiran yang kuno luar biasa (tentang pemikiran pelatih tidak butuh lsensi). Memang dulu waktu lisensi dimulai banyak pelatih senior yang berpikir seperti itu, tetapi sekarang dunia, di manapun kita harus mengupdate pengetahuan sesuai zaman karena sepakbola jauh lebih ketat, jauh lebih taktis dan jauh lebih scientific dibanding dahulu dan memang profesionalismenya itu yang menuntut dia menjadi yang terbaik,” terangnya.
Postur tubuh kerap dikambinghitamkan oleh sebagian orang di republik ini ketika Timnas Indonesia kalah dari pertandingan tingkat dunia, khususnya melawan tim asal Asia Barat atau Eropa. Meski begitu, Timo menegaskan bahwa postur bukanlah masalah bagi para pemain Indonesia.
“Postur itu tidak menjadi masalah. Memang ada beberapa posisi yang membutuhkan pemain berpostur tinggi, tetapi dari 11 pemain ada lima pemain berpostur tinggi, yang enam tidak perlu, jadi itu bukan halangan, Barcelona tim terpendek di Eropa tapi tim terbaik dunia juga,” tutupnya.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, serta negara dengan jumlah penduduk keempat terbanyak di dunia. Meski begitu, sepakbola Indonesia bisa dibilang terasa mandek dari zaman ke zaman, meski pernah menjadi macan Asia di periode pertengahan tahun 1970an hingga akhir 1980an.
Tidak adanya kemajuan berarti dalam hal prestasi sepakbola Indonesia tak lepas dari masalah pembinaan sepakbola usia dini di Nusantara. Padahalnya, banyak talenta berbakat di segala penjuru Nusantara, serta banyak sekolah sepak bola (SSB) yang tersebar di negara ini. Menurut Timo ada dua hal yang menyebabkan kemampuan bibit pesepakbola Indonesia kurang berkembang.
Hal pertama menurut Timo adalah kurang lengkapnya informasi untuk pengembangan pemain dalam sebuah SSB di Indonesia. Bagaimana pengelolaan organisasi sebuah SSB, bagaimana membagi pemain untuk dilatih oleh seorang pelatih, hingga fasilitas serta alat-alat yang dibutuhkan seorang pemain muda dalam berlatih.
“Kemudian kalau main berapa menit per berapa menit, terus formasi yang dipakai apa, yang dilatih untuk tiap kelompok umur itu apa saja, yang tidak boleh dilatih itu apa. fisik terutama, biasanya kalo umur-umur muda itu salah latihan fisiknya.Jadi kalau dilatih fisik, latihan fisiknya seperti apa. itu yang paling utama,” papar Timo ketika ditemui pada akhir acara Danone Nations Cup Indonesia 2012 di gedung pusat perfilman Haji Usmar Ismail, Selasa (27/3/2012).
Timo juga menilai masih banyak pelatih dalam bidang pembinaan sepakbola usia dini di Indonesia yang kurang berkualitas dalam hal ilmu yang harus diajarkan. Bak perumpamaan ‘Guru kencing berdiri, murid kencing berlari’, bila pelatih kurang terdidik maka ilmu yang diberikan kepada anak didiknya juga kurang bermutu.
“Kedua, pelatihnya itu sendiri, kurang pendidikan. Jadi saya melihat dalam diri saya sendiri bahwa tahun 2006 ketika mengambil lisensi B sama lisensi A UEFA di Jerman, saya menjadi pelatih yang berbeda sekali. Sebelum dan sesudahnya itu berbeda banget. Saya orangnya tetap sama, tetapi yang berubah pendidikan saya. Itu yang di Indonesia permasalahan luar biasa. pelatihnya tidak terdidik,” terangnya.
Sepakbola dari waktu ke waktu berubah, dan di era sepakbola modern ini salah satu hal esensial yang harus dimiliki seorang pelatih berkualitas adalah sebuah lisensi. Karena itu pelatih yang lahir di Kediri, Jawa Timur, itu menilai bahwa melatih tidak perlu lisensi adalah pikiran yang kuno.
“Itu pemikiran yang kuno luar biasa (tentang pemikiran pelatih tidak butuh lsensi). Memang dulu waktu lisensi dimulai banyak pelatih senior yang berpikir seperti itu, tetapi sekarang dunia, di manapun kita harus mengupdate pengetahuan sesuai zaman karena sepakbola jauh lebih ketat, jauh lebih taktis dan jauh lebih scientific dibanding dahulu dan memang profesionalismenya itu yang menuntut dia menjadi yang terbaik,” terangnya.
Postur tubuh kerap dikambinghitamkan oleh sebagian orang di republik ini ketika Timnas Indonesia kalah dari pertandingan tingkat dunia, khususnya melawan tim asal Asia Barat atau Eropa. Meski begitu, Timo menegaskan bahwa postur bukanlah masalah bagi para pemain Indonesia.
“Postur itu tidak menjadi masalah. Memang ada beberapa posisi yang membutuhkan pemain berpostur tinggi, tetapi dari 11 pemain ada lima pemain berpostur tinggi, yang enam tidak perlu, jadi itu bukan halangan, Barcelona tim terpendek di Eropa tapi tim terbaik dunia juga,” tutupnya.
http://bola.okezone.com/read/2012/03/27/419/600741/kepedulian-timo-dalam-pembinaan-usia-dini
Jangan Lupa Di Like Ya Gan
0 comments:
Post a Comment